Adalah sebuah kehormatan sekaligus kebanggaan mendapat kepercayaan untuk membaca dan mengulas sebuah novel buah tangannya yang pertama diterbitkan langsung dari sang penulis. Sahabat saya ini, Hadis Mevlana, memang sejak awal saya kenal sebagai seorang pecinta buku dan sastra. Dia sangat kritis terhadap apa yang telah dibacanya. Terkadang dia melihat sebuah karya sastra dari sisi yang berbeda, yang tak ladzim dilihat dari pembaca awam seperti saya.
Saya mengenal Hadis Mevlana dengan nama Maulana Hadi. Kami sama-sama bertemu di salah satu grup milis sebuah Film yang diangkat dari novel islami. Dalam beberapa kesempatan Hadi memperlihatkan kemampuannya dalam berpuisi. Sebenarnya tak hanya itu, Hadi juga memiliki bakat yang tidak bisa dipandang sebelah mata di bidang tarik suara. Dan ternyata dia juga pandai dalam menulis novel. Ah, sahabat saya ini memang multi talenta. Semoga Allah senantiasa memudahkan ia berkarya dalam barakah.
NOVEL EMBUN DI ATAS DAUN MAPEL
Saya termasuk yang paling antusias demi mengetahui Hadi berhasil menerbitkan novelnya. Genre apakah yang akan ia usung? Apakah romance? petualangan? action? Rasa penasaran ini begitu menggebu, apalagi sang penulis menjanjikan akan mengirimkan langsung buah karyanya ini kepada saya.
Judulnya sangat unik, Embun di Atas Daun Maple. Wah saya kok baru tau ya ada daun yang namanya “Mapel”. Buru-buru saya googling tentang daun ini sebelum membacanya. Dan ternyata daun mapel adalah gambar yang ada pada bendera Negara Kanada. Ini kata Jeng Wiki tentang daun mapel.
TABURAN PUISI INDAH
Kalau saja rindu itu sebentuk es
Kau telah membekukan kesendirianku tanpa jawaban
Sementara angin yang berembus membuat tubuh makin menggigil
Tapi kau merasuk tanpa bentuk
Tak tahu di mana letakmu
Menggumpalkah di hati?
Atau mencair dan mengalir di setiap tetesan air mata?
(Bab 2 halaman 17)
Kutipan puisi di atas adalah salah satu dari belasan puisi yang tertampil cantik menghiasi kisah yang berjalan dalam novel ini. Sesekali puisi-puisi ini langsung mengubah novel ini seketika menjadi sangat romatis.
DISKUSI CERDAS PERBANDINGAN AGAMA
Hampir 10 tema berat perbandingan antar agama disajikan secara lincah dan mengalir deras dalam tiap-tiap bab Embun di Atas Daun Mapel. Tema-tema ini terkadang tak pernah kita pikirkan dan dianggap sepele dalam keseharian kita, namun ternyata cukup menggelitik bagi kacamata non muslim. Sebagai contoh tentang siapa sosok yang hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim. Islam meyakini bahwa sosok tersebut adalah Nabi Ismail, sedangkan ummat Kristiani meyakini bahwa Nabi Ishak lah yang hendak dikurbankan. Dialog plus argumentasi yang memukau tersaji dalam novel ini.
CERITA DAN KARAKTER
Dari awal hingga halaman terakhir novel ini nyaris tidak menampilkan grafik cerita yang naik dan turun, ia cenderung datar, sehingga kita akan kesulitan mencari di manakah letak klimaks dan antiklimaks cerita .
Tokoh “Sofyan” tidak memiliki karakter yang kuat. Kehadirannya nyaris “fiksi sempurna”. Sebagai contoh penulis kurang menggali latar belakang bagaimana Sofyan dapat memiliki kemampuan tentang ilmu perbandingan antar agama, khususnya Islam dan Kristiani, hingga sedemikian mendalam. Padahal ini adalah ruh bagi seluruh isi novel. Petunjuk tentang ini hanya ditemui pada satu paragraf di Bab 17 halaman 169:
“… kulantunkan pelan beberapa ayat hafalanku. Surah Ash-Shaf menjadi pilihanku. Ia yang memulai aku menjadi kecanduan ilmu perbandingan agama setelah kubaca salah satu ayat di dalamnya dan menjadi salah satu ayat favoritku …”
Selebihnya tidak ada petunjuk lain bagaimana seorang Sofyan mampu memiliki ilmu perbandingan agama demikian dalam.
Ada juga kejanggalan yang saya jumpai dalam karakter Sofyan ini. Di Bab 10 halaman 87 tertulis bahwa Sofyan menyebut Fahri dan Maria dalam novel Ayat-Ayat Cinta sebagai sahabatnya yang ada di Mesir. Terus terang ini sangat mengganggu saya. Mengapa Sofyan bersahabat dengan tokoh fiksi yang ada dalam novel lain?
Sosok utama kedua adalah Kiara, seorang penganut Agama Kristen Ortodox yang juga keturunan Aceh. Lagi-lagi ia terlalu sempurna sebagai seorang wanita. Kiara digambarkan sebagai gadis yang sangat taat dalam beragama, cantik, pintar, dan juga anak seorang yang kaya raya. Ia menjadi partner diskusi dengan Sofyan yang paling kritis dan aktif. Belakangan diketahui ternyata Kiara memendam perasaan suka terhadap Sofyan.
Sosok lain yang aktif hadir di sepanjang novel ini adalah Felix, Fritz, dan Eva. Felix adalah teman sekamar Sofyan yang juga penganut Kristiani. Sedangkan Fritz dan Eva adalah sahabat-sahabat Sofyan yang juga seorang muslim. Penulis sama sekali lupa memperkenalkan mereka secara cukup kepada pembaca. Sehingga pembaca tidak bisa mendapatkan “feel” apa pun terhadap tokoh-tokoh ini. Semua tokoh mengalir begitu saja dalam cerita tanpa ada emosi dan ikatan hati dengan pembaca. Padahal karakter Fritz, seorang muslim yang berkebangsaan Jerman sangat berpotensi untuk digali jauh lebih dalam.
Sosok-sosok lain yang hadir di sepanjang novel ini, seperti laki-laki tua yang Sofyan temui di bus dan laki-laki pembagi brosur di taman, ternyata keduanya adalah paman Kiara. Ini merupakan kebetulan yang sangat aneh. Novel ini kehilangan kesan megah dan epik, malah seolah menjadi sebuah novel yang sempit dan sangat terbatas.
TERINSPIRASI AYAT-AYAT CINTA?
Sofyan dicintai banyak wanita cantik layaknya sosok Fahri dalam Novel Ayat-Ayat Cinta. Ada Kiara, Olivia dan Zahra. Ketiganya memiliki perasaan yang lebih dari sekedar sahabat terhadap Sofyan.
Atmosfer Ayat-Ayat Cinta pun makin terasa dalam salah satu bab yang mengisahkan konflik di sebuah bus. Konflik ini yang membuat Sofyan bisa berkenalan dengan paman Kiara. Masih ingat kan adegan di kereta api dalam Ayat-Ayat Cinta?
BEBERAPA CATATAN
Novel setebal 279 halaman ini mampu mencerahkan pemahaman kita akan kebenaran nilai-nilai ajaran Islam yang terkadang kita jalani sebagai rutinitas belaka. Padahal tak ada satu pun celah kekurangan dalam Islam karena ALLAH langsung yang akan menjaga kemurniannya, terutama bagi orang-orang yang berakal.
Namun demikian sebagai cetakan pertama, Embun di Atas Daun Mapel ini masih menyisakan beberapa kesalahan yang bersifat teknis. sebagai contoh pada bab 3 halaman 24 :
“Menurut perkiraan cuaca yang kubaca semalam di www.accuweather.com, cuaca pagi ini cerah bersuhu sekitar 70 C dengan angin moderat berasal dari utara barat.”
Suhu 70 C jelas bukan suhu mampu untuk disentuh dengan nyaman di kulit manusia bukan? 70 C jelas sangat panas. Suhu ketika terik di Jakarta saja paling sekitar 35-37 C. Selain itu yang menggelitik dari kalimat di kutipan itu juga tentang arah “utara barat” yang tidak dikenal dalam arah mata angin.
Ada banyak topik yang didiskusikan dalam novel ini, misalnya tentang wanita haid, Gua Hira, Alfatihah, Hari Raya Ibrahim, Tiga Hari Tiga Malam, Harta Waris, Maryam saudara perempuan Harun, dan masih ada beberapa lainnya. Diskusi yang menarik yang terjadi dalam novel ini akan lebih lengkap lagi jika diberi catatan kaki sumber referensinya, sehingga pembaca bisa lebih menggali tentang tema tersebut langsung dari sumbernya.
Embun di Atas Daun Mapel merupakan novel pencerah Iman. Secara berani novel ini menawarkan tema yang sangat sensitif tentang perbandingan dan dialog antar agama, khususnya Islam dan Kristiani. Namun demikian penulis telah membuktikan bahwa ia mampu menghadirkannya dengan elegan dan tanpa menimbulkan prasangka dan sakit hati bagi siapa pun yang membacanya.
Kendati tidaklah sempurna di sisi cerita dan karakter, novel ini layak untuk menjadi koleksi bacaan kita.
Bacaan wajib nih
Wah iya mas bro, ayo buruan beli dan buat review juga ya hehehe (goodluck)
nice review,
dari reviewnya terlihat sangat dipengaruhi oleh Ayat-Ayat Cinta ya bang?hhe
ini penerbitnya apa bang?sudah ada di toko buku biasa?
Bener banget, rasa AAC nya sangat kentara pada alur cerita. Tapi novel ini memiliki content yang sama sekali berbeda yakni tentang perbandingan agama. Novel ini terbitan Tigaserangkai dan udah tersedia di toko-toko buku. Met hunting buku ya (goodluck)
Review-nya mantap. Tertarik saya, ntar beli deh.
Sip Mas Alris, ditunggu review Mas Alris (rock)
Oh jadi novel rasa AAC, tapi dengan fokus ke komparasi agamanya ya bang?
Iya bener sekali Arip 🙂
Novel yang bagus untuk pemula.
Ditunggu karya-karya selanjutnya.
Sip, akan saya sampaikan ke penulisnya ya 🙂
Kayaknya sih menarik untuk dibaca.
Cuma entah saya mampu baca hingga akhir atau nggak mas.
Soalnya saya lebih suka dengan novel berbau komedi, hahaha..
Apalagi gak doyan dengan novel2 yang tebalnya lumayan bikin enek duluan 😆
Eh tapi covernya bagus ya daun mapel 🙂
Hahaha bisa aja ente 🙂
Memang banyak yang comment bahwa covernya sangat menarik.
trm ksh atas kritik dan sarannya
Waaaah…!
Ini lho sang penulis Novel “Embun di Atas Daun Mapel”! Thanks ya udah mampir di sini Hadi. Sukses selalu. Ditunggu karya ciamik selanjutnya (rock)