Di suatu kesempatan ketika saya kebetulan sedang bekerja di luar kantor, siang itu saya menyempatkan diri untuk Shalat Dzuhur berjamaah di masjid kompleks perkantoran di kawasan Thamrin. Alhamdulillah secara tidak sengaja siang itu ada kajian rutin tentang fiqih. Nampaknya pengurus masjid ini memang secara rutin menyelenggarakan kajian di jam istirahat kantor seperti ini.
Saya yang memang kebetulan sedang santai dan tidak diburu waktu memutuskan untuk mengikuti kajian tersebut yang memang dibuka untuk umum.
Suasana masjid yang nyaman dengan penyejuk udara yang memadai menjadikan kajian hari itu bisa saya nikmati dengan baik. Tema yang diambil hari itu adalah tentang “Fiqh Hutang Piutang”. Hmm cukup menarik nih, mengingat hutang (baca : kredit) kini telah menjadi tren dan gaya berbelanja masyarakat saat ini.
Sang ustadz, yang saya lupa namanya, berasal dari IKADI (Ikatan Dakwah Indonesia). Ustadz yang berpenampilan simpatik ini memaparkan dengan jernih setiap halaman slide yang tertampil di layar. Jamaah masjid tampak antusias mendengarkan paparan ustadz ini, termasuk saya.
Kajian ini disampaikan dengan runut dan lugas. Dari definisi hutang, hukum berhutang, keutamaan berhutang, adab berhutang, niat, cara pembayaran, serta beberapa contoh kasus perihal hutang piutang di masyarakat.
Satu hal menarik adalah bahwa kajian ini diawali dengan doa yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah agar kita terhindar dari jeratan hutang. Ini sangat menarik, bisa kita rasakan dari doa tersebut betapa sungguh berbahayanya berhutang itu jika sampai kita tidak mampu untuk melunasinya.
Saya coba kutipkan doa tersebut:
}اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.”
Luar biasa isi dari doa tersebut. Kita diharapkan untuk selalu menjaga kemandirian serta berusaha untuk tidak bergantung orang/pihak lain.
Sebenarnya ada satu hal lagi yang sangat menarik buat saya dan saya ingin sharing di sini. Ini khususnya buat orang-orang yang dianugerahi oleh Allah dengan kelebihan harta. Hal menarik tersebut adalah buat mereka ternyata lebih utama untuk memberikan hutang kepada orang yang benar-benar membutuhkan daripada hanya sekedar memberikan sedekah.
Coba deh perhatikan hadits ini:
}رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا : الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ ، فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيلُ , مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ ؟ قَالَ : لأَنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ ، وَالْمُسْتَقْرِضُ لاَ يَسْتَقْرِضُ إِلاَّ مِنْ حَاجَةٍ.Saya melihat pada waktu di-isra’-kan, pada pintu surga tertulis “Pahala shadaqah sepuluh kali lipat dan pahala pemberian utang delapan belas kali lipat” lalu saya bertanya pada Jibril “Wahai Jibril, mengapa pahala pemberian utang lebih besar?” Ia menjawab “Karena peminta-minta sesuatu meminta dari orang yang punya, sedangkan seseorang yang meminjam tidak akan meminjam kecuali ia dalam keadaan sangat membutuhkan”. (HR Ibnu Majah)
Luar biasa kan?
Logikanya mungkin begini, seseorang tidak akan mungkin meminta pinjaman hutang kecuali dalam keadaan sangat-sangat membutuhkannya. Sedangkan sedekah sifatnya hanya sukarela, bisa jadi penerima sedekah juga telah menerima sedekah yang sama atau lebih baik dari orang lain.
Wow agama Islam itu memang maha adil, bahkan kadang tidak masuk dalam nalar dan logika matematika. Moga hati kita masih luas untuk menerima tuntunan agama kita dalam semua bidang kehidupan, tak terkecuali ekonomi.
Moga bermanfaat ya, amien ya Rabb 🙂
baru tahu saya tentang hal ini
sudah salah kaprah dong selama ini karena mengira bahwa memberi pinjaman kepada seseorang malah membuatnya akan dalam kesulitan (krn harus mengembalikan pinjaman), apalagi kita ragu seseorang itu mampu mengembalikannya. Jadi memilih memberikan secara percuma dengan jumlah tentu saja tak sesuai yang dimintanya.
Telat baca tulisan ini, karena baru tadi ada yg mau bayar hutang, tapi saya tolak karena saya pikir dia butuh uangnya 😀 tar minta lagi ah biar pahalanya lebih banyak LOL
Hahaha kalau sudah dihibahkan jangan dijadikan hutang atuh (lmao)
Iya terus terang saya juga baru tahu tentang ini, makanya saya share di sini 🙂
Secara umum memang iya sih kalo minjem itu tandanya kepepet. Tapi ada juga orang yang minjem tapi ga kepepet, cuma karena pengen menuhin gaya hidupnya yang kondusif. Allahua’lam.
Kalau minjem tidak dalam keadaan kepepet itu sih udah jadi tradisi atau kebiasaan hehehe. Mungkin memang gaya hidup yang semakin konsumtif menjadi penyebabnya (goodluck)
oh.. ternyata begitu toh..
baru tauuu ni.. berarti mulai beralih ke nyari orang yang mau ngutang *upsss* 😛
Sip, siap2 antri mau ngutang #eh
Alhamdulillah. Sharing yang bagus.
Alhamdulillah. Jazakallah ustadz 🙂
Kadang yang diutangin pura-pura lupa seolah gak ada utang. Kalau ngutang dengan tapi pembayarannya gak tau juntrungannya gimana tuh?
Semua ada aturan lanjutannya bro, sebab ini adalah permasalahan fiqih. Yang pasti menurut saya semua tergantung dari kekuatan dan kelurusan niat baik bagi yang memberi pinjaman maupun bagi yang berhutang. Kalau keduanya sama-sama berniat baik untuk saling tolong menolong pasti masalah seperti itu akan bisa dihindari. Allahu’alam 😀
kadang beti juga sih kalau kaya gitu mas,
jadi mikir itu hutang atau sebuah kebaikan 😀
Selama kita ikhlas Insya Allah nggak ada yang sia2 kok (goodluck)