Wuiiih, ternyata sudah hampir lima tahun saya dan istri telah menyekolahkan anak pertama kami, Syifana, di Sekolah Alam Indonesia (SAI) Cipedak. Masih terbayang bagaimana excited nya saya dan istri ketika masa-masa pendaftaran dahulu.
Harapan dan idealisme saat itu benar-benar sangat membuncah. Maklum, kan baru menyekolahkan anak pertama. Saat itu SAI Cipedaklah yang menjadi tempat yang paling mendekati harapan dan idealisme kami.
Setelah lebih dari empat setengah tahun menyekolahkan si kakak (panggilan untuk Syifana) di sana, bagaimana sebenarnya kenyataannya?
Yuk mampir untuk melihat betapa serunya saya dan istri akhirnya mendaftarkan si kakak sekolah di SAI Cipedak.
FASIL YANG “ACT AS PARENTS”
Ini menurut saya berhasil memenuhi ekspektasi saya dan istri. Fasil (kependekan dari fasilitator), yang merupakan sebutan untuk guru di SAI Cipedak, memang diposisikan benar-benar menyerupai orang tua di kelas. Karenanya tiap kelas pasti ditempatkan dua orang guru, yakni seorang guru laki-laki dan seorang guru perempuan. Mereka benar-benar menjadi orang tua bagi semua anak-anak di kelas. Anak mendapatkan sosok ayah dan juga sosok ibu secara seimbang.
Bagaimana saya kok bisa menyimpulkan demikian?
Fasil dikondisikan tidak berjarak dengan anak didik. Mereka bisa menjadi tempat bertanya, teman bermain, sebagai kakak, sekaligus bisa menjadi tempat curhat bagi anak-anak. Sebegitu dekatnya lho.
Di tahun kelima Sekolah Dasar ini sebagian siswa ternyata telah mencapai akil baligh. Karenanya di kelas lima ini tiap pekannya digelar sesi khusus yaitu sesi Girls talk dan Boys talk. Yup benar, sesi ini terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Di sesi ini para fasil mencoba memberikan informasi apa itu akil baligh kepada siswa, baik dari sudut pandang Agama Islam maupun dari sisi biologis dan kesehatan. Siapa sangka di sesi ini banyak sekali siswa yang akhirnya terbuka tentang hal ini kepada para fasil, baik secara terang-terangan maupun japri-an ke fasilnya langsung.
“Pak, mimpi basah itu isinya apa sih pak?”
“Kalau mimpi basah Bapak dulu waktu itu apa Pak?”
Pertanyaan-pertanyaan polos dan menggelitik ini tidak akan keluar jika anak-anak tidak dekat dan percaya dengan para fasilnya bukan?
Dari sini para fasil jadi bisa langsung mengetahui mana siswa yang telah mencapai akil baligh, atau sudah mengerti dan sedang menuju ke akil baligh, atau masih polos sama sekali.
So, tentang guru kayaknya no issue sama sekali. Puas. Ada beberapa catatan minor tapi itu nggak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang telah diterima anak-anak.
Oh ya selain guru kelas, di SAI Cipedak ada juga Guru khusus mata pelajaran Alquran, Guru Bahasa Inggris dan ada juga Guru Bahasa Arab.
Secara berkala akan ada guru tamu yang datang ke kelas atau bisa juga anak-anak yang mendatangi mereka ke tempatnya. Tentu saja guru tamu tersebut merupakan seseorang yang expert di bidangnya. Sehingga anak-anak dapat mengetahui ilmunya langsung dari seseorang yang memang menguasai.
MAPEL ALQURAN YANG ISTIMEWA
Mata pelajaran (mapel) Alquran mendapatkan tempat yang sangat istimewa di SAI Cipedak. Bayangkan dalam seminggu siswa mendapatkan 4 hari belajar Alquran. Saat ini pengajaran Alquran menggunakan metode Arrisalah. Metode ini mampu membimbing siswa untuk mampu mengenal huruf, membaca Alquran dengan benar, hingga siswa siap untuk ke tahapan selanjutnya yaitu menghapal Alquran (tahfidz).
Dengan menggunakan metode Arrisalah ini idealnya siswa telah mampu membaca Alquran di kelas 3 sekolah dasar. Sehingga siswa dapat memulai untuk menghapal Alquran di kelas 4. Tak heran di kelas 5 saat ini cukup banyak siswa yang telah berhasil menghapal lebih dari 1 juz Alquran, Maasyaa Allah!
PJBL & FUND RAISING
Belajar berdasarkan suatu project pasti mengasyikan bukan? Dari sini anak-anak belajat banyak tentang apa itu dead line, team work, how to present the idea, dan juga how to visualize it. Setiap project akan diformulasikan oleh para fasil pelajaran apa saja yang bisa diikutsertakan di dalamnya. Learning by practice.
Si kakak sampai saat ini punya hobi membuat slide presentasi. Dia sudah bisa mengotak-atik canva menjadi slide yang sangat menarik secara visual. Selain itu banyak kesempatan si kakak untuk melatih public speaking nya, dari intonasi, gesture tubuh sampai cara berinteraksi dengan audiens. Minimal di depan teman sekelas dia sudah tidak nervous lagi.
Begitu pula dengan Fund Raising, di sini siswa dididik untuk mencari dana secara mandiri. Siswa dilatih untuk mampu berjualan di lingkungan kelas dan sekolah untuk mendapatkan dana. Item jualannya sepenuhnya diserahkan kepada siswa. Pihak sekolah biasanya hanya menentukan harga maksimal yang dijual, misalnya harga barang yang dijual maksimal lima ribu rupiah.
Kegiatan Fund Raising ini biasanya dilakukan untuk pembiayaan kegiatan Outing yang dilakukan satu kali setahun dan dilakukan di luar kota.
Khusus di kelas lima ini kegiatan outing direncanakan dilakukan di Taman Nasional Way Kambas, lampung. Karena kegiatan ini memakan biaya yang tidak sedikit maka dilakukan fund raising plus plus, yaitu merambah ke sponsorship dari perusahaan-perusahaan yang peduli dan merasa relate dengan issue yang diusung dalam kegiatan outing ini, yaitu konservasi dan keberlanjutan.
Nah di sini anak-anak dilatih untuk mampu mempresentasikan ini ke perusahaan-perusahaan tersebut. Suatu pengalaman yang tidak ternilai sih. Selain menambah dan melatih kemampuan berbicara di depan umum, kegiatan ini pastinya nggak akan mereka lupakan dalam hidup mereka.
Kegiatan belajar mengajar dan pernak-perniknya sih so far OK buat saya. Nggak tahu kalau komentar Mas Anang? hehehe
OTFA dan Outing
Tiap tahunnya siswa SD Sekolah Alam melakukan kegiatan di luar sekolah yaitu OTFA (Out Treking Fun Adventure) dan outing. Kegiatan OTFA merupakan kegiatan yang langsung memperkenalkan siswa dengan alam. Biasanya dalam bentuk perkemahan. Lokasi dan lamanya siswa melakukan OTFA biasanya disesuaikan dengan jenjang kelas masing-masing.
Sedangkan outing adalah kegiatan ke suatu tempat di luar sekolah yang bertujuan agar siswa bisa mempelajari sesuatu langsung dari sumbernya. Seperti contohnya si kakak yang saat ini sudah kelas 5 melakukan outing ke Taman Nasional Way Kambas, Lampung, selama 5 hari. Di sana siswa SAI melakukan pembelajaran tentang flora dan fauna yang dilindungi di sana serta juga melakukan kegiatan konservasi tanaman untuk pakan hewan. Selain itu juga dilakukan kegiatan sosial untuk penduduk di sekitar lokasi. Serunya si kakak dan teman-temannya melakukan snorkling di pantai Pahawang yang indah.
BULLYING & GENG
Saya dan istri beberapa kali dalam suasana santai dan relaks bertanya ke si kakak.
“Kak, di kelas kakak ada bully-bullyan nggak?”
“Kakak pernah dibully nggak di kelas?”
“Teman kakak ada yang suka bully teman yang lain nggak?”
Sederet pertanyaan itu Alhamdulillah dinegasikan oleh kakak. Jawabnya di kelasnya tidak ada bully-bully semacam itu. Tapi dia bercerita pernah ada beberapa anak yang nakal dan suka mengganggu teman yang lain. Tapi ini bisa diatasi oleh para fasil, seloroh si kakak. Alhamdulillah saya lega mendengarnya.
“Tapi ayah memang teman-teman aku mereka lebih suka berteman dengan teman-teman tertentu saja”
“Lho memangnya kakak kenapa nggak gabung bersama mereka?” tanya kami.
“Habisnya mereka sukanya ngomongin cowok melulu, atau ada juga yang suka bahas Korea, aku kan nggak relate yah”
Hmmm kalau gini gimana menurut Anda?
Kalau saya sih ini masih sebatas normal ya. Tiap anak pasti sukanya ngobrol dengan teman-teman yang nyambung kan? Kita juga demikian. Sejauh tidak terlalu mengganggu dalam kegiatan belajar mengajar saya rasa hal seperti ini ngga apa-apa sih.
S
Dimensi guru-siswa dan siswa-siswa it’s fine menurut saya. Karena buat saya pribadi, dimensi tersebut setidaknya menempati porsi almost 75% dari sebuah lembaga yang bernama sekolah.
Lantas 25% lagi dari sebuah lembaga sekolah diisi oleh dimensi apa saja? Buat saya Pertama adalah manajemen sekolah dan kedua adalah peran orang tua di sekolah. Yuk kita bahas.
MANAJEMEN SEKOLAH
Mengenai manajemen sekolah, walaupun menempati porsi yang tidak besar, bagi saya meninggalkan cukup banyak catatan.
Dari segi fasilitas dasar sekolah misalnya. Sebut saja sarana sanitasi yang kurang memadai, perlengkapan kelas yang minim, perpustakaan sekolah sebagai sumber literasi siswa yang sangat jauh dari layak, serta perlengkapan safety di lingkungan sekolah yang nyaris tidak dilengkapi.
Berbicara mengenai digitalisasi database siswa dan keuangan di SAI juga rasanya masih agak jauh ya. Di SAI ini semua masih dilakukan secara manual. Tapi harapan saya semoga saat ini pihak sekolah tengah memperbaiki manajemennya, sehingga bisa lebih baik lagi ke depannya.
Catatan lainnya yang tak luput dari perhatian saya adalah soal transparansi keuangan sekolah, issue kelayakan gaji guru, dan lainnya. Ada baiknya pihak sekolah selalu mengevaluasi manajemen keuangan dan mengupdate setiap laporan dan kemajuan setiap program atau pendanaan yang ada. Lebih jauh lagi mungkin bisa dilakukan audit keuangan.
KOMUNITAS
Di SAI Cipedak, peran orang tua siswa (OTS) sangatlah besar dalam proses belajar mengajar anak. Seluruh orang tua ini beserta para pendidik dan manajemen sekolah menamakan diri sebagai sebuah entitas yang bernama komunitas. Namun dalam penilaian saya istilah komunitas ini justru lebih dititikberatkan kepada orang tua siswa. Walhasil peran orang tua di sekolah menjadi “agak berlebihan” atau dengan kata lain mendekati off side.
Kok bisa?
Misalnya ketika awal tahun ajaran pihak OTS diminta untuk membantu menyiapkan beberapa kebutuhan perlengkapan di kelas, seperti tirai untuk ruang ganti pakaian di kelas, container plastik untuk menyimpan properties kelas, dan lain-lain.
Bukannya ini bagian dari kewajiban sekolah ya untuk melengkapi perlengkapan yang mendukung proses pembelajaran?
Atau ketika akan digelar acara selebrasi (perayaan atas selesainya sebuah project-PJBL) maka para OTS, dibantu oleh para guru, akan terlibat langsung untuk menyiapkannya. Dari setting tempat, penyediaan peralatan, hingga eksekusi pemasangan dilakukan oleh para OTS.
Menurut saya, bagaimana pun hasilnya, tempat selebrasi idealnya disiapkan oleh para siswa bersama guru. Bagus atau tidak hasilnya tidak masalah. Justru ini sangat baik untuk proses pembelajaran anak. OTS hanya sekedar membantu persiapan peralatan dan bahan yang diperlukan saja.
Pada kenyataannya tidak semua OTS mampu membantu mengeksekusi semua ini sesuai kebutuhan kelas. Apalagi seringkali kegiatan ini dilakukan di weekdays, sehingga banyak OTS yang tidak bisa berpartisipasi. Hal ini menurut saya sangat wajar karena umumnya para OTS ini berstatus sebagai karyawan. Berbeda halnya jika sebagai entrepreneur yang cenderung lebih mudah untuk mengatur waktu sendiri.
Pada akhirnya hanya sebagian OTS yang mampu secara intensif membantu kegiatan sekolah. Kelompok OTS ini perlahan menjadi lebih dominan, sangat dominan bahkan, dibandingan OTS lainnya, terutama dalam hal dalam pengambilan keputusan-keputusan penting dan strategis di kelas. Hal ini menjadikan OTS lain pada posisi yang hanya bisa meng-amin-kan setiap keputusan-keputusan mereka tersebut, sambil tentu saja masih mencoba membantu sebisa mereka. Terasa sekali ada gap besar antara para OTS dominan ini dengan OTS lainnya.
Buat saya pribadi selama proses belajar si kakak tidak terganggu, fenomena ini saya masih bisa terima. Toh proses proses belajar mengajar si kakak masih tetap lancar. Walaupun kalau boleh jujur di dalam hati pastinya mengganjal banget ya hehehe.
Catatan ya, fenomena seperti yang saya ceritakan ini ada di OTS angkatan si kakak. Saya tidak tahu apakah ini terjadi juga di OTS angkatan/kelas yang lain. Moga-moga nggak ya. Dan sekali lagi ini adalah pendapat saya yang bisa jadi sangat subyektif.
Jadi kesimpulannya gimana?
Untuk tahapan pendidikan dasar yang paling diperlukan oleh anak kita adalah terbentuknya karakter dan kedisiplinan yang berdasarkan nilai-nilai Islam yang lurus dan indah. Semua akan membuahkan kemampuan leadership dan kepercayaan diri anak dalam balutan ahlak yang mulia. Itu goals saya. Dan itu mampu dipenuhi oleh SAI Cipedak saat ini.
Bumbu-bumbu dan kekurangan di sana-sini dalam hal manajemen sekolah dan peran komunitas yang terlalu berlebihan saya rasa masih bisa saya toleransi. Walaupun memang besar harapan saya kedua hal tersebut perlahan bisa diperbaiki oleh SAI ke depannya, aamiin.
Sumber foto 3 : Jawapos