Bersama teman2 dari MataSinema kemarin saya nonton bareng (nobar) film garapan terbaru dari sutradara Hanung Bramantyo. Film yang berjudul Sang Pencerah ini merupakan film mengenai biografi pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Nama KH Ahmad Dahlan mungkin hanya sekedar nama bagi sebagian besar generasi muda saat ini, tak terkecuali (mungkin) bagi generasi muda Muhammadiyah. Saya yang dulu di kampus pernah mendapatkan mata kuliah “kemuhammadiyahan” sekali pun hanya mengenal sosok beliau sebagai tokoh dalam sejarah belaka yang disertai hapalan nama tempat dan tahun penting saja. Belum mengenal sosok ini secara lebih nyata.
Sang Pencerah telah direstui oleh pengurus pusat Muhammadiyah dan keluarga KH Ahmad Dahlan. Din Syamsudin bahkan merekomendasikan untuk menyaksikan juga film ini, artinya tentu saja keseluruhan isi film ini dapat dipertanggungjawabkan secara sejarah maupun muatan nilai-nilai dakwah yang ingin KH Ahmad Dahlan sampaikan melalui Muhammadiyah. Jadi ini bekal buat kita untuk sepenuhnya mempercayai film ini sebagai settingan di kepala kita.
BERONTAK SEJAK KECIL
Ahmad Dahlan kecil terlahir dengan nama Muhammad Darwis (Ihsan Taroreh). Darwis lahir dan tumbuh dalam lingkungan kejawen di Kauman Yogyakarta. Karena merupakan anak seorang kyai dan memahami agama dengan lebih baik di banding anak seusianya, Darwis merasakan begitu banyak ganjalan yang terjadi dalam amalan keseharian masyarakat Kauman. Amalan yang tercampur dengan praktik musyrik ini begitu mengganggu logika Darwis.
Ada adegan ketika dengan nakalnya Darwis mengambil sesajen milik sepasang ibu-bapak. Parahnya mereka justru meyakini dengan hilangnya sesajen tersebut maka doa dan permintaan mereka terkabul.
Sesekali Darwis dinasihati ayahnya tentang kelakuannya tersebut. Bukannya berubah Darwis malah kian ingin mempelajari agama Islam yang sebenarnya dengan cara berhaji dan menuntut ilmu Islam di sana.
PENDAKWAH ITU ADALAH SEORANG SENIMAN
Sepulang dari tanah suci Darwis menggunakan nama pemberian sang guru di sana yaitu Ahmad Dahlan. Keluarga pun merestui nama baru ini, resmilah Muhammad Darwis berubah menjadi Ahmad Dahlan (Lukman Sardi).
Surprise…! Ternyata Darwis adalah seorang yang pandai bermain biola. Hal ini dimunculkan dalam beberapa adegan di film ini, pertama ketika dia menjawab pertanyaan salah seorang muridnya tentang apa itu agama. Beliau malah menjawabnya dengan memainkan sebuah lagu yang indah dengan biola miliknya. Jawabnya itulah agama, indah dan dapat dinikmati hingga ke hati, memberikan ketentraman, kesejukan, dan kedamaian bagi yang mengamalkannya juga mampu memesona bagi lingkungan yang melihatnya.
SOSOK DI BALIK KETANGGUHAN
Di usianya yang baru 20 tahun dengan berbekal ilmu pengetahuan yang ia bawa dari tanah suci, banyak kejanggalan amalan Islam yang coba Ahmad Dahlan perbaiki. Dari pelurusan mengenai arah kiblat yang melenceng, praktik-praktik musyrik dalam campuran ibadah, budaya yasinan dan tahlilan, dan campuran budaya dalam agama lainnya.Pembaruan inilah yang akhirnya membuat Kyai Penghulu Cholil Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) gerah dan merasa tersaingi dalam kekuasaan dan kewibaannya sebagai pemimpin tertinggi di bidang agama saat itu, yaitu berkedudukan langsung di bawah sultan.
Pertentangan ini mencapai puncaknya ketika langgar (mushalla) Kidul milik Ahmad Dahlan dirobohkan paksa oleh warga yang saat itu merasa terusik oleh ajaran pembaruan yang di bawa Ahmad Dahlan. Di sinilah akhirnya beliau sempat merasa down dan terpikir untuk menyerah dengan meninggalkan ummatnya.
Kehadiran istri tercinta yang senantiasa mendampingi dan menguatkan tidaklah kecil artinya bagi Sang Pembaharu ini. Justru dukungan sepenuh hati yang selalu diberikan Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) ini yang selalu berhasil membuat Ahmad Dahlan bangkit kembali semangatnya.
Kehadiran lima murid murid setianya : Sudja (Giring Ganesha), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adhiswara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif) juga sedemikian penting untuk menguatkan tekad perjuangan beliau.
CERDAS… KREATIF…
Sebagai lulusan pesantren Ahmad Dahlan bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan terbatas. Beliau bahkan sangat cerdas. Hal ini digambarkan dalam adegan ketika hari pertama ia mengajar di Kweekschool atau sekolah para bangsawan di Jetis, Yogyakarta. Saat itu ia memberikan salam kepada segenap muridnya namun tak seorang pun yang menjawab, bahkan salah seorang murid malah buang angin dengan suara keras.
Justru momen inilah yang akhirnya berhasil disiasati oleh Ahmad Dahlan dengan mengenalkan rasa syukur kepada Tuhan karena manusia telah diberi nikmat berupa lubang pelepasan tersebut. Dan hasilnya murid-murid pun dibuat terpesona oleh ujaran ilmiah sang kyai ini. Mereka mulai menyukai pelajaran agama Islam yang sebelumnya belum pernah ada di sekolah tersebut. Kreatif bukan?
MODERAT DAN TERBUKA
Tidak pernah ada seorang kyai mengenakan jas ala orang Belanda plus mengenakan sarung laksana priyayi. Cap “kafir” pun tak ayal menimpa beliau. Kyai saat itu digambarkan selalu mengenakan gamis panjang. Padahal inilah cara Ahmad Dahlan agar dapat diterima di sekolah milik Belanda sebagai pengajar.
Trade mark bahwa kyai itu adalah sosok yang lusuh dan tidak modis pun hilang ketika para siswa sekolah ini melihat penampilan Ahmad Dahlan yang bersih, wangi dan modern.
Tak hanya terbuka dalam hal penampilan, Ahmad Dahlan pun sangat moderat dalam pemikiran. Beliau sangat terbuka ketika lahir organisasi Bhoedi Oetomo yang dipimpin oleh Wahidin Soedirohusodo. Organisasi inilah yang akhirnya menimbulkan ide beliau untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah yang berjuang untuk sosial dan pendidikan.
TERLAHIR ASING DAN AKAN KEMBALI MENJADI ASING
Diawali dengan kelompok kecil anak-anak muda yang memiliki idealisme, mereka asing berada di tengah-tengah masyarakat yang saat itu dilingkupi oleh kebodohan dan kemiskinan. Hingga kelompok ini akhirnya besar dan mampu menyebarkan kemaslahatan ke segenap penjuru tanah air dengan nama Muhammadiyah. Kini organisasi ini seakan terlena dengan keadaan dan cenderung tidak ada lagi pembaruan yang dilakukan.
Dibutuhkan kembali Sang Pencerah terlahir saat ini untuk menghidupkan kembali Muhammadiyah, untuk mengembalikan ini kepada khittahnya yang memperjuangan masalah sosial dan pendidikan di tanah air.
ADEGAN BERKESAN
Adegan ketika Ahmad Dahlan pertama kali mengajar di kelas sekolah para bangsawan. Terlihat begitu elegan dan penuh kharisma.
Ketika Siti Walidah menggenggam tangan suaminya untuk menguatkan dan mengembalikan semangat dan kepercayaan dirinya. Bahwa ia selalu setia mendampingi selama sang suami memperjuangkan kebenaran.
Adegan ketika Ahmad Dahlan kedatangan tamu kyai dari Magelang yang menkafirkan madrasah ibtidaiyah diniyah milik Ahmad Dahlan hanya karena menggunakan kursi dan meja layaknya sekolah milik kafir (Belanda), jawaban Ahmad Dahlan di sini sungguh menyentil, kocak, dan sangat mengena (detailnya nonton ya filmnya hehehe)
Scene ketika Ahmad Dahlan dan murid-muridnya yang berjamaah dengan arah kiblat yang berbeda dengan jamaah lain. Wah sangat butuh jiwa perjuangan untuk melakukan hal itu.
Adegan ketika Ahmad Dahlan memainkan biola dengan sangat indahnya dalam menjawab pertanyaan salah seorang muridnya.
AKHIRNYA…
Begitu banyak yang ternyata tidak kita ketahui mengenai sosok KH Ahmad Dahlan. Selama ini kita bahkan terjebak hanya sekedar mengenal beliau dalam pelajaran sejarah.
Prestasi besar beliau dalam menyebarkan pendidikan hingga ke pelosok negeri bahkan menimbulkan pertanyaan buat saya, kenapa bukan beliau ya yang menjadi tokoh pendidikan Indonesia?
Menilik kondisi Muhammadiyah hari ini, sebagai seseorang yang hanya bisa memandang dari luar jadi penasaran, apa yang kini Muhammadiyah lakukan untuk melanjutkan prestasi besar dalam dunia sosial dan pendidikan? Karena sekarang terkesan Muhammadiyah agak kurang cemerlang dalam mengembangkan apa yang telah dimilikinya. Semoga penilaian saya ini salah.
Buat generasi muda Muhammadiyah, semoga film ini kembali membangkitkan semangat “Ahmad Dahlan” dalam jiwa2 kalian. Dan buat generasi muda Indonesia, ayo wariskan spirit membangun negeri ini dalam jiwa-jiwa kita semua. Bangkit!
Sumber foto :
Baru mau nonton akhir pekan ini bareng istri Om.. (blush)
Wah kalau begitu selamat menonton ya bro. Insya Allah film ini mencerahkan 😀
Ralat sedikit, Kyai yang dateng untuk melihat Madrasahnya Kyai Dahlan itu dari Magelang, bukan Malang 😀
Magelang ya? wah makasih banget udah dikoreksi. Segera ane benerin deh. Thanks ya (goodluck)
Saya terus terang lebih tertarik menonton film ini daripada Darah Garuda. Thanks utk reviewnya 😀
Om Brad, film ini bagus banget untuk contoh spirit seorang anak muda. Bayangkan usia 21 tahun sudah punya ide untuk pembaruan (applause)
Film yang sangat inspiratif..
Sungguh berharap ada Dahlan-Dahlan lainnya bermunculan saat ini.
Yang progresif dan peduli pada masyarakatnya 🙂
Amien… beharap yang sama (worship)
Harusnya Din Syamsudin.. Bukan Dhien :)*perihal nama orang ini agak sensitif* hehe…
Review ente gokil, lengkap banget.. (goodluck)
Eh iya… salah ya? Udah dibenerin jadi “Din Syamsudin” hehehe. Thanks koreksinya (tongue)
Wah review ini mah terlalu singkat malah, mudah2an bukan spoiler (evil_grin)
maap… jujur abis nih, saya belum baca tulisannya, cuma baca komentar2nya doank, hehehe…
biar lebih mantap pas nonton,hehehe… nantikan kehadiran saya di sini setelah menonton…=)
Hari gini belum nonton juga Don? Ayo dah buruan dan bikin reviewnya juga ya (rock)
ini baru postingan berkualitas namanya 🙂
Terima kasih bro (drinking)
Saya nobar dg keluarga besar saya, mas Iman. Kita semua sampai ‘merinding’…karya yang luarbiasa…4 thumbs up ! 😀
mantap nih ending review nya…;-)
“Dan buat generasi muda Indonesia, ayo wariskan spirit membangun negeri ini dalam jiwa-jiwa kita semua. Bangkit!”
Ibu Lita, makasih ya udah mampir (cozy)
Sang Pencerah memang film yang layak untuk disaksikan oleh generasi muda kita (gym)
belum nonton 😀 tapi reviewnya keren punya. Dalam waktu dekat akan silahturami ke bioskop2 terdekat
Oalah bahasanya… silaturahim ke bioskop (doh)
wah, saya lagi nyari jadwal tayang Sang Pencerah di bioskop Depok, eeeh, nyasar ke sini. Tapi jadi tatau gambaran isi cerita film-nya.. Salam kenal ya mas Iman..
Bunda Rifa, makasih ya sudah mampir di sini. Alhamdulillah jika review ini bermanfaat (goodluck)
belum sempet nonton, tp reviewnya sdh menjadi gambaran ttg sosok “Sang Pencerah” *masih perlu nonton ga ya* 😀
Akhi, film ini direkomendasikan lho bagi semua kader untuk menontonnya (goodluck) #upps
ilm yang keren hehehe tops
Udah nonton ya Mba Ajeng? Keren kan ya (goodluck)
hiks.. (tears) saya belum ada nonton ini pilem…review nya liat kemana2…huhuu…abis di balikpapan ga ada temen buat nongton..(lonely)
Lho sedang apa di Balikpapan bro? Ayo buruan, ini film bagus kok (goodluck)
mau nonton, tapi ga ngerti bahasa jawa :toe:
Lho kata siapa film ini pakai bahasa Jawa bro? (woot)
film yang mecerahkan…
sinema indonesia seharusnya mengangkat hal2 yg beginian
Sepakat banget bro (rock)
film yang mecerahkan…
Keren mas, saya baru tau tentang ini
Makasih bro (worship)
Opa, I have a proposition for you. How if Five Things and you (or MataSinema) work together? I’d love to refer my readers to a good Indonesian movie review (I don’t make ’em), and I think yours is one of the good (and consistent) few. How bout it?
Dan yang juga menarik (bagi saya) adalah salah satu sumber konflik adalah PETA. Hehe. Sampai saya menulis di http://febriosw.web.id/kh-ahmad-dahlan-saja-peduli-peta/
kerennnnn tulisannya dan makin kinclong dgn gamabr2 yang luar biasa menarik